Bendungan Bili-Bili Malino
01:45
a. Latar belakang
Kurang lebih 1 jam dari kota Makassar lewat Sungguminasa Gowa, di desa Parang loe, Bili-bili. Daerah Bili-bili ini terkenal dengan adanya danau bendungan Bili-bili. Rambutan di dari daerah ini terkenal enak dan renyah.
Bendungan Bili-Bili dibangun pada tahun 1994-1999 oleh pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan Jepang. Bili-bili merupakan salah satu bendungan terbesar, dibangun untuk menampung air yang mengalir dari gunung Bawakaraeng di Sinjai. Hal ini digunakan untuk mencegah peluapan air yang terlalu banyak di Gowa dan Makassar. Pembangunan bendungan ini bermanfaat sebagai tempat wisata, tempat penambangan pasir karena terjadi endapan di daerah tersebut. Hal ini dijadikan masyarakat sebagai salah satu mata pencaharian.
Pada mulanya, bendungan tersebut merupakan suatu desa dan warga yang tinggal di tempat itu diberikan tempat tinggal di lokasi lain. Untuk mendapatkan air yang bersih dari bendungan tersebut, dilakukan penyaringan air di daerah Tamarunang, Gowa.
Bili-Bili dijadikan sebagai bendungan karena menghubungkan sungai-sungai dari Malino, tempatnya lebih aman, tidak banyak dampak negatifnya, sumber mata air, wilayah perhubungan dan jika di tempat lain maka akan banyak penggurusan terjadi. Bendungan Bili-Bili ini dibangun karena berbagai faktor, salah satunya adalah banyaknya endapan pasir yang terjadi di daerah hilir (tanjung bayang).
Bendungan multifungsi Bili-Bili merupakan pengadaan yang dilakukan guna mengatasi krisis air minum, listrik, kebutuhan irigasi, dan guna mengatasi banjir di kota Makassar dan sekitarnya. System DAS terbagi atas tiga, yaitu Daerah Hulu yaitu daerah ketinggian tempat penampungan air larian hujan, daerah Tengah yaitu wilayah dimana sebagai tempat penampungan air atau tempat dimana bendungan berada, dan daerah hilir yaitu wilayah sebagai tempat penampungan terakhir atas larian air. Struktur dari Bendungan Bili-Bili mempunyai panjang 2.309 m dan tinggi 73 m, serta kemiringan ± 106 m MSL.
b. Dampak positif dan sosial ekonomi
Musibah longsor tidak dapat dipungkiri memberatkan perekonomian yang berada di daerah tengan batas air, karena sedimen yang nota bene isinya adalah jenis pasir galian jenis tipe c, maka ini menjadi lokasi mata pencaharian baru bagi masyarakat setempat. Akan tetapi yang mendominasi usaha tersebut lebih banyak didominasi oleh kalangan pengusaha dengan modal besar (pengusaha besar). dan masyarakat setempat lebih banyak sebagai buruh penggali pasir.
Dari segi prospek usaha sebenarnya, banyak alternatif usaha industri jenis rumah tangga, antara lain pembuatan pot-pot bunga, pavin blok, dan kerajinan-kerajinan tangan lainnya yang bahan bakunya berasal dari pasir tersebut.
.
Masyarakat terkadang melihat peluang tersebut untuk dijadikan mata pencaharian baru namun terkendala pada persoalan modal dan keterampilan untuk menciptakan barang berkualitas dengan nilai jual tinggi. Untuk mencapai targetan tersebut memerlukan keterlibatan perangkat pemerintah, LSM, dan masyarakat itu sendiri.
Dengan dibangunnya Bendungan Bili-bili, masyarakat sekitar serta masyarakat luar menjadikan tempat tersebut sebagai tempat pariwisata sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan dengan terjadinya pengendapan oleh bendungan, masyarakat juga dapat memperoleh penghasilan melalui tambang pasir akibat pengendapan tersebut.
c. Dampak negatif
Penambangan pasir secara tidak terkontrol yang berlangsung sejak lama di Sungai Jeneberang mengancam keselamatan Bendungan Bili-bili di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Penambangan itu menyebabkan terjadinya erosi sekitar kaki bendungan yang gilirannya dapat merapuhkan tanggul bendungan.
Dalam konteks keberadaan Bendungan Bili-Bili, masyarakat di daerah tengah batas air yang paling menerima kerugian atas longsor yang terjadi tahun 2004 yang lalu. Hal ini dikarenakan hilangnya fungsi bendungan akibat dari longsor serta jumlah material longsoran yang melebihi ambang batas.
Adanya longsor yang terjadi kemudian menghilangkan tatanan ekonomi yang dicanangkan untuk masyarakat sebagai kompensasi atas pembebasan lahan masyarakat setempat.
Bentuk-bentuk mata pencaharian pembangunan Bendungan Bili-Bili untuk wilayah tengah yaitu pertanian jenis keramba apung, pariwisata (lesehan), dan pertanian jenis hortikultural untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Dengan adanya longsor tersebut menghilangkan seluruh fungsi mata pencaharian masyarakat.
Dampak negatif seperti hilangnya beberapa jenis fauna karena luasnya lahan yang dibutuhkan, serta pemukiman penduduk yang harus dialokasikan ke tempat lain.
3 comments
sebagai masukan DANAU BILI BILI bagusnya di jadikan wisata danau di mana di dalamnya berkeliaran PINISI MINI yang bisa angkut 2-5 orang sebagai wujud pelestarian budaya kita di mana kapal PINISI yang sangat kita banggakan dan itu saya rasa akan menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia wisata danau di indonesia maupun di manca negara. Demikian sekelumit kata dari PUTRA PINISI BULUKUMBA
BalasHapus@bodenk, masukan yang sangat menarik... saya mahasiswa yang sedang penelitian tentang kawasan wisata DAM Bili-bili, kawasan wisata DAM Bili-bili akan lebih berkembang jika fasilitas penunjang yang lengkap, sarana prasarana lebih ditingkatkan, wahana wisata yang lebih bervariasi, dan terlibatnya masyarakat sekitar sebagai stakeholder dalam pembangunannya.
BalasHapusSemoga saja Tidak Lupa Padang pipa Dan penghijauan nips Farrah sinjai jika terjadi .Cebol waduk
BalasHapus